Selasa, 15 Februari 2011

Mengidealkan Penangangan Bencana

Pembicaraan mengenai bencana tidak akan pernah ada habisnya. Di Indonesia, masalah yang kerap kali muncul adalah penanganan bencana yang tidak efektif. Bantuan hanya terfokus pada satu tempat sedangkan tempat yang lain kekurangan. Untuk itu, ada baiknya saya menulis tentang bagaimana tahap penanganan bencana yang ideal.


Penanganan bencana dapat dibagi menjadi 3 tahapan: pre-disaster (sebelum bencana), disaster (ketika bencana), and post-disaster (setelah bencana).  Tahap pre-disaster difokuskan untuk mengurangi dampak dari bencana itu sendiri. Bencana memiliki tiga komponen utama yang mempengaruhi dampaknya, yaitu vurnerability (kerawanan), hazard (bahaya),dan capacity (kemampuan). Ketiga faktor inilah yang akan diubah pada saat pre-disaster sehingga dampak dari bencana bisa diminimalisir. Lebih jelasnya lagi, kegiatan yang bisa dilakukan adalah:


Mitigation (Mitigasi)
Mitigasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah bahaya berkembang menjadi bencana, atau bisa juga berarti upaya untuk mengurangi dampak dari bencana ketika hal itu terjadi. Tahap ini berdeba dari tahap yang lainnya karena mitigasi lebih fokus terhadap langkah jangka panjang untuk mengurangi atau menghilangkan resiko. Pada dasarnya, mitigasi bisa digolongkan dalam perisapan sebuah bencana maupun masuk ke dalam tahap pemulihan setelah bencana tu terjadi. Hal ini bisa terjadi karena proses penanganan bencana merupakan suatu cycle atau lingkaran yang siklusnya selalu berulang. Mitigasi itu sendiri bisa berupa structural seperti penggunaan tanggul untuk menahan banjir, maupun langkah-langkah non-struktural yang meliputi legislasi, perencanaan penggunaan lahan (misalnya penggunaan lahan kosong untuk dibuat taman kota untuk mencegah banjir), dan asuransi. Mitigasi memiliki hubungan erat dengan resiko dan kerentanan. Semakin tinggi resikonya, semakin mendesak pula bahaya kerentanan khusus menjadi target untuk dilakukan mitigasi dan usaha persiapan

Preparedness (Kesiapan)
Kesiapsiagaan meruapaka sebuah siklus berkelanjutan dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, peltihan, memperlengkapi, berolahraga, evaluasi, dan perbaikan untuk memastikan koordinasi yang efektif dan peningkatan kemampuan untuk mencegah, melindungi, menggapi, dan mengurangi dampak dari bencana alam. Pada tahap ini, pemimpin dari suatu tim penanganan bencana akan membuat rencana-rencana untuk menghadapi bencana dan mengembangkan kemampuan yang ada untuk melaksanakan rencana tersebut. Tindakan-tindakan tersebut dapat berupa pengembangan sistem komunikasi yang efektif pada saat terjadinya bencana, pembentukan tim tanggap darurat bencana (medical emergency response), persiapan logistik (termasuk didalamnya dalah obat-obatan, alat-alat kesehatan, air dan kesehatan lingkungan, tempat tinggal sementara, sumber daya manusia, dan persediaan makanan), dan prediksi jumlah korban.

Pada saat terjadinya bencana (disaster), tanggapan (response) sangatlah penting. Pada tahap inilah semua sumber daya yang telah dipersiapkan pada mitigation dan preparedness dikeluarkan. Kegiatan ini meliputi mobilisasi layanan darurat ke tempat yang paling membutuhkan bantuan beserta dengan tim tanggap darurat bencana (medical emergency response). Rencana darurat yang telah dipersiapkan dalam fase sebelumnya akan memudahkan koordinasi dan efisiensi penyelamantan dari tim tanggap darurat bencana. Dibutuhkan kerjasama yang saling mendukung antara pemerintah dengan lembaga swadaya masyarakat agar proses penanganan bencana semakin efektif.


Tahap terakhir dalam bencana adalah proses pemulihan (recovery) pada post-disaster. Tujuan dari fase ini adalah mengembalikan daerah yang terkena bencana ke keadaan sebelumnya.  Pembangunan kembali infrastruktur dilakukan di tempat yang sebelumnya hancur terkena bencana. Fase mitigasi bisa masuk pada tahap ini, dimana pembangunan infrastruktur bertujuan untuk membangun yang lebih baik untuk mengurangi resiko bencana. Contohnya adalah dengan pembangunan rumah tahan gempa. Selain itu, aspek lainnya yang cukup penting yaitu pemulihan kondisi dari korban itu sendiri, baik fisik maupun mental.

Penerapan proses penanganan bencana yang ideal seperti ini sulit dilakukan pada kehidupan nyata. Hal ini dikarenakan banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti tingkat kesadaran masyarakat yang rendah akan persiapan penanganan bencana dan ketidakmampuan untuk mengelola sumber daya yang ada. Namum, apabila semua orang bekerja sama untuk mewujudkan prinsip-prinsip diatas, bukan suatu hal yang tidak mungkin penanganan bencana di Indonesia menjadi efektif dan ideal.

Referensi:
Emergency Management

Disaster Management website

Disaster: How Red Cross Cresent Reduces Risk

Lecture oleh dr Hendro Wartatmo tentang Conceptual Framework of Disaster, dr Sulanto Saleh Danu, Sp.FK tentang Logistic and Disaster, dan dr Belladona tentang Preparedness, Response, and Recovery

Tidak ada komentar:

Posting Komentar