Minggu, 16 Oktober 2011

Weekend Happiness Part 1: BROWNIES :D

hello, webworld!! :D


Weekend ini saya seneng deh. Ya, seneng luar biasa! hehe. Bukan karena jatuh cinta, atau dapet undian di majalah, tapi karena MEMASAK. Suatu kegiatan yang jarang banget bisa dilakukan pas koas gini. Bisa sih kalo dipaksakan, tapi sayangnya capeknya sendiri udah mengalahkan mood buat masak. Sad, right? :( Sebenernya saya ngga terlalu hobi memasak yang pake minyak-minyakan. Saya lebih suka baking: bikin kue, bikin cookies. Hobi ini udah mulai tumbuh sejak saya SMA. Awal mulanya karena saya tu seneng banget makan brownies. Trus mama saya suka bikinin itu kalo saya liburan sekolah. Lama-lama penasaran juga pengen bikin sendiri. 


jadi inget topi di kamar op-nya RS Purworejo deh.hehe


Masak itu asik, menurut saya. I feel like finding my new world. Kalo saya lagi banyak pikiran dan jenuh, salah satu pelarian saya ya kesini. Buka buku kumpulan resep, ngecek-belanja bahan-bahan, baking, kuenya mateng, .... and VIOLA! Mood saya pasti seketika itu juga bakalan bagus lagi. Lebih-lebih kalo orang yang makan hasil karya saya memuji :) Lebih-Lebih seneng lagi kalo orang yang memuji itu orang yang saya suka :") Jadi sebenernya, masak bisa sebagai ungkapan perasaan juga. hehe.. Contohnya ya itu, when we love someone, we tend to be a 'chef' for him. Termasuk saya ;)


Dari sekian banyak resep yang saya coba (padahal baru coba BEBERAPA resep! haha), saya paling suka bikin brownies. Cara bikinnya ngga terlalu sulit, bahan-bahannya juga ga terlalu mahal (saya udah nemu resep yang ekonomis ;)), dan rasanya enyakkk! Dan dan, brownies inilah yang akhirnya bisa bikin saya seneng luar biasa di weekend ini. Waktu saya liat hasilnya tu saya langsung mikir, 'ya Allah kenapa ga daridulu aja bakingnya. Pasti koas jadi lebih asik deh'. 
double brownies on the weekend

Cara bikinnya ngga susah kok, kayak gini (resepnya saya ambil dr internet, dengan sedikit modifikasi dari saya):


Bahan-bahan:
4butir   telur ayam
250gr    gula pasir
1/2sdt   vanila bubuk
200gr    margarin, lelehkan
125gr    coklat masak, cincang kecil-kecil (Saya sarankan memakai dark chocolate-nya colatta, so far paling enak itu sih. Untuk banyaknya, 125gr is okay. Maksudnya buat orang-orang yang ga maniak coklat, segitu aja udah pas rasa coklatnya. Tapi kalo pengen rasa coklatnya lebih legit dan lebih kerasa, ukurannya bisa ditambah sesuai selera ;))
200gr   tepung terigu segitiga biru
50gr     coklat bubuk
(Tepung terigu sama coklat bubuknya dicampur ya)
Toping secukupnya: kacang almond, sprinkle (permen super imut warna-warni), keju, kacang mete, dll.


Steps:
1. Siapkan loyang (Ukuran sesuai selera. Bisa pakai ukuran 10x25cm (jadinya 2 loyang) atau 20x20cm). Semir dengan  margarin dan taburi sedikit tepung, sisihkan.
2. Taruh telur, gula, dan vanili dalam wadah. Kocok hingga gula larut dan menjadi agak kental.
3. Masukkan coklat cincang ke dalam margarin yang sudah dilelehkan (masi panas ya margarinnya). Aduk hingga coklat meleleh dan tercampur dengan margarin.
4. Masukkan campurang tepung terigu bergantian dengan margarin+coklat ke dalam adonan telur secara bertahap. Aduk rata.
5. Tuang campuran adonan ke dalam loyang, ratakan.
6. Taburi permukaan adonan dengan toping (kalo punya saya tu pake kacang almond n sprinkle).
7. Panggang dalam oven dengan suhu 180 derajat selama 30 menit hingga matang dan permukaannya kering. Angkat dan dinginkan.
8. Potong brownies sesuai selera. Sajikan :D


So that's it, web world. Feel free to try lho ;)



Jumat, 14 Oktober 2011

A New Theme in My Blog

Aloha, web world! ;)

Udah lama juga ya saya ngga nulis. Hmmm. Blog ini tadinya dibuat dalam rangka remidi blok 'health system and disaster'. Saya sendiri bahkan hampir lupa kalo punya blog. Tau kenapa saya tiba2 nulis blog lagi? Ceritanya sekarang saya udah koas, trus lagi ada si stase ilmu kesehatan masyarakat. Nah ini stase ini tu kegiatannya santai banget! Kalo udah malem gini sampe bingung mau ngapain. Baca novel, udah bosen. Nonton film, ga ada stok film baru. Nonton sinetron, jelas bakalan bikin aku tambah bosen -_-" Baking juga ga mungkin kan soalnya udah malem. Tiba-tiba kepikiranlah buat menghidupkan blog ini lagi, sekaligus latian bikin paper (altough writing blog is totally different wif making a paper). Anyway, here i am, writing my blog again :D


Sudah kuputuskan, kalo isi dari blog ini akan berubah. Bukan tentang health system and disaster lagi (it's boring man!). Mungkin sekarang isinya lebih ke cerita-cerita gitu kali ya. Daily Stories that i hope can enlighten people who read (i hope i have a reader! Hahhaha) and make them happy :) Saya juga berharap sih, kemampuan menulis saya bisa semakin baik dengan adanya blog ini. Eh siapa tau kan, nanti blog ini bisa dibaca banyak orang, trus saya ditawari penerbit buat mempublikasikan tulisan-tulisan saya di blog ini *what a hope :p. hihihi*



Goodnite, web world!
:)

Rabu, 16 Februari 2011

Siapakah Aku?

Bencana alam yang terjadi seringkali memakan korban. Jika bencana tersebut terjadi dalam skala yang kecil dan jumlah korbannya juga tidak banyak, hal itu tidak menjadi masalah. Masalah baru akan timbul apabila skala bencana yang terjadi besar dan memakan banyak korban. Salah satu contohnya adalah meletusnya Gunung Merapi pada bulan oktober tahun lalu. Merapi mengalami siklus seratus tahunnya, dimana letusan yang terjadi lebih besar daripada letusa sebelumnya dan memakan waktu yang tidak sebentar. Daerah yang terkena dampak letusan cukup luas, meliputi banyak desa di tiga kabupaten yaitu Magelang, Sleman, dan Klaten. Dua letusan besarnya pada periode kemaren terjadi pada dini hari. Oleh karena itu, jumlah korbannya pun sangat banyak, mencapai lebih dari 130 orang. Lalu, bagaimana cara mengidentifikasikan lebih dari seratus korban yang kondisinya tidak semuanya bagus?




Proses identifikasi korban pada saat bencana bisa dibilang gampang-gampang sulit. Gampang, apabila kondisi korban tersebut masi utuh dan dapat dikenali dari wajah ataupun benda-benda yang melekat pada badan. Sulit, apabila korban tersebut ditemukan dalam kondisi yang tidak utuh dan tidak dapat dikenali bentuk aslinya, misalnya terbakar seperti pada korban merapi kemarin. Pada kasus bencana alam, proses pengidentifikasian korban disebut dengan Disaster Victim Identification (DVI). Identifikasi ini melibatkan banyak pihak, antara lain dokter antropologi forensic, dokter patologi forensic, dan odontologist. Dalam hal ini, seorang dokter forensic patologi bertugas untuk mengenali korban dengan memeriksa keadaan eksternal korban dan mengetahui sebab kematian dari si korban terserbut. Dokter antropologi forensik bertugas mengenali korban berdasarkan usiam jenis kelamin, ras, tinggi korban, asal keturunanm dan trauma pada tulang. Odontologist adalah seorang dokter gigi yang bertugas mengenali korban berdasarkan bentuk dan karakteristik gigi dari korban tersebut.



Di Indonesia, proses DVI mengikuti petunjuk atau guideline yang dikeluarkan oleh Interpol (International Police). Bukti-bukti  yang ditemukan dalam proses DVI dapat digolongkan menjadi 2, primary identifiers yang berupa sidik jari, catatan gigi, dan DNA serta secondary identifiers berupa catatan medis, barang-barang milik korban, dan foto. Ada 5 fase dalam proses DVI ini:

Fase 1: SCENE. Fase ini dilakukan di lokasi kejadian dengan mencari korban, bagian tubuh korban, barang-barang milik korban, membuat peta tentang area bencana, memberi label atan tanda, dokumentasi, dan meletakkan korban di kantong mayat.

Fase 2: MORTUARY. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap korban yang sudah meninggal. Umumnya dilakukan di rumah sakit. hal-hal dilakukan antara lain:
  • Dokumentasi: Tidak hanya jenazah saja yang didokumentasikan, tetapi juga bagian tubuh dan juga barang-barang milik korban.
  • Pemeriksaan eksternal dan internal dari tubuh korban yang meliputi proses autpsi oleh seorang doker ahli patologi forensik.
  • Identifikasi ras, jenis kelamin, usia, dan tinggi tubuh (stature) oleh seorang dokter ahli forensik antropologi.
  • Pemeriksaan gigi oleh dokter forensik antropologi dan odontologist.
  • Mencatat potongan tubuh korban: bagian mana yang hilang, kanan atau kiri, atas atau bawah.
  • Mengambil sampel untuk pemeriksaan DNA (dari darah atau jaringan)
  • Mengambil foto ronsen tulang rahang atas dan bawah beserta giginya.


Fase 3: ANTEMORTEM DATA COMPILATION. Data-data ini diambil dari keluarga korban, teman-teman, dokter, ataupun dari dokter gigi. Data yang diambil meliputi tanda vital, karakteristik khusus, perhiasan, jam tangan, dan baju (untuk mencocokkan data sebagai identifikasi sekunder).

Fase 4: RECONCILLATION. Tahap ini dilakukan untuk mencocokkan data ante-mortem dan post-mortem. Biasanya, sering terjadi debat ketika terjadi ketidakcocokkan. Proses pencocokkan ini meliputi data identifikasi primer seperti gigi, sidik jari, DNA dan juga data identifikasi sekunder seperti barang-barang milik korban, catatan medis, foto, dan dokumen. Ketika semua data cocok, dokter-dokter akan menandatangani data dan bersiap untuk mengumumkan kepada keluarga korban.

Fase 5: RELEASE and DEBRIEF. Tahap ini adalah yang paling ditunggu dari para keluarga korban, yaitu saat dimana hasil dari proses identifikasi korban diumumkan dan jenazah dikembalikan kepada keluarganya, beserta dengan surat pengeluaran jenazah tersebut. Debrief berarti tugas DVI telah selesai dan semua dokumen dikumpulkan kembali.

Ya, proses mengidentifikasi korban bukanlah pekerjaan yang mudah. Sering kali dilema muncul, saat proses pengidentifikasian belum sepenuhnya selesai, tetapi pihak rumah sakit sudah dituntut untuk segera mengeluarkan pernyataan tentang hasilnya. Semuanya kembali lagi kepada kerjasama dari setiap anggota tim DVI agar proses identifikasi bisa terselesaikan dengan cepat.

Referensi:
Victim Identification, Interpol

Interpol Disaster Victim Identification Guide 1997

Lecture oleh Prof. drg. Etty Endriati, Ph.D tentang The Roles of Antrhopology in Disaster Victim Identification dan dr. Yudha Nurhantari, Ph.D, Sp.F tentang Management of Dead Body in Mass Disaster

Selasa, 15 Februari 2011

Mengidealkan Penangangan Bencana

Pembicaraan mengenai bencana tidak akan pernah ada habisnya. Di Indonesia, masalah yang kerap kali muncul adalah penanganan bencana yang tidak efektif. Bantuan hanya terfokus pada satu tempat sedangkan tempat yang lain kekurangan. Untuk itu, ada baiknya saya menulis tentang bagaimana tahap penanganan bencana yang ideal.


Penanganan bencana dapat dibagi menjadi 3 tahapan: pre-disaster (sebelum bencana), disaster (ketika bencana), and post-disaster (setelah bencana).  Tahap pre-disaster difokuskan untuk mengurangi dampak dari bencana itu sendiri. Bencana memiliki tiga komponen utama yang mempengaruhi dampaknya, yaitu vurnerability (kerawanan), hazard (bahaya),dan capacity (kemampuan). Ketiga faktor inilah yang akan diubah pada saat pre-disaster sehingga dampak dari bencana bisa diminimalisir. Lebih jelasnya lagi, kegiatan yang bisa dilakukan adalah:


Mitigation (Mitigasi)
Mitigasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah bahaya berkembang menjadi bencana, atau bisa juga berarti upaya untuk mengurangi dampak dari bencana ketika hal itu terjadi. Tahap ini berdeba dari tahap yang lainnya karena mitigasi lebih fokus terhadap langkah jangka panjang untuk mengurangi atau menghilangkan resiko. Pada dasarnya, mitigasi bisa digolongkan dalam perisapan sebuah bencana maupun masuk ke dalam tahap pemulihan setelah bencana tu terjadi. Hal ini bisa terjadi karena proses penanganan bencana merupakan suatu cycle atau lingkaran yang siklusnya selalu berulang. Mitigasi itu sendiri bisa berupa structural seperti penggunaan tanggul untuk menahan banjir, maupun langkah-langkah non-struktural yang meliputi legislasi, perencanaan penggunaan lahan (misalnya penggunaan lahan kosong untuk dibuat taman kota untuk mencegah banjir), dan asuransi. Mitigasi memiliki hubungan erat dengan resiko dan kerentanan. Semakin tinggi resikonya, semakin mendesak pula bahaya kerentanan khusus menjadi target untuk dilakukan mitigasi dan usaha persiapan

Preparedness (Kesiapan)
Kesiapsiagaan meruapaka sebuah siklus berkelanjutan dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, peltihan, memperlengkapi, berolahraga, evaluasi, dan perbaikan untuk memastikan koordinasi yang efektif dan peningkatan kemampuan untuk mencegah, melindungi, menggapi, dan mengurangi dampak dari bencana alam. Pada tahap ini, pemimpin dari suatu tim penanganan bencana akan membuat rencana-rencana untuk menghadapi bencana dan mengembangkan kemampuan yang ada untuk melaksanakan rencana tersebut. Tindakan-tindakan tersebut dapat berupa pengembangan sistem komunikasi yang efektif pada saat terjadinya bencana, pembentukan tim tanggap darurat bencana (medical emergency response), persiapan logistik (termasuk didalamnya dalah obat-obatan, alat-alat kesehatan, air dan kesehatan lingkungan, tempat tinggal sementara, sumber daya manusia, dan persediaan makanan), dan prediksi jumlah korban.

Pada saat terjadinya bencana (disaster), tanggapan (response) sangatlah penting. Pada tahap inilah semua sumber daya yang telah dipersiapkan pada mitigation dan preparedness dikeluarkan. Kegiatan ini meliputi mobilisasi layanan darurat ke tempat yang paling membutuhkan bantuan beserta dengan tim tanggap darurat bencana (medical emergency response). Rencana darurat yang telah dipersiapkan dalam fase sebelumnya akan memudahkan koordinasi dan efisiensi penyelamantan dari tim tanggap darurat bencana. Dibutuhkan kerjasama yang saling mendukung antara pemerintah dengan lembaga swadaya masyarakat agar proses penanganan bencana semakin efektif.


Tahap terakhir dalam bencana adalah proses pemulihan (recovery) pada post-disaster. Tujuan dari fase ini adalah mengembalikan daerah yang terkena bencana ke keadaan sebelumnya.  Pembangunan kembali infrastruktur dilakukan di tempat yang sebelumnya hancur terkena bencana. Fase mitigasi bisa masuk pada tahap ini, dimana pembangunan infrastruktur bertujuan untuk membangun yang lebih baik untuk mengurangi resiko bencana. Contohnya adalah dengan pembangunan rumah tahan gempa. Selain itu, aspek lainnya yang cukup penting yaitu pemulihan kondisi dari korban itu sendiri, baik fisik maupun mental.

Penerapan proses penanganan bencana yang ideal seperti ini sulit dilakukan pada kehidupan nyata. Hal ini dikarenakan banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti tingkat kesadaran masyarakat yang rendah akan persiapan penanganan bencana dan ketidakmampuan untuk mengelola sumber daya yang ada. Namum, apabila semua orang bekerja sama untuk mewujudkan prinsip-prinsip diatas, bukan suatu hal yang tidak mungkin penanganan bencana di Indonesia menjadi efektif dan ideal.

Referensi:
Emergency Management

Disaster Management website

Disaster: How Red Cross Cresent Reduces Risk

Lecture oleh dr Hendro Wartatmo tentang Conceptual Framework of Disaster, dr Sulanto Saleh Danu, Sp.FK tentang Logistic and Disaster, dan dr Belladona tentang Preparedness, Response, and Recovery

Disaster, When Unexpected Things Really Happen....

Bencana alam merupakan suatu yang yang tidak bisa kita perkirakan sebelumnya. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mendefinisikan bencana sebagai suatu fenomena ekologi yang terjadi secara mendadak dan cukup besar sehingga memerlukan bantuan dari luar. Sebagai Negara yang terletak di antara lempeng Asia-Australia, Indonesia sangat rawan terhadap gempa bumi. Semua orang tidak ada yang menyangka pada pagi hari yang tenang di tahun 2004 terjadi bencana alam tsunami yang meluluh lantakkan Aceh. Selain itu, gunung berapi di Indonesia termasuk dalam ring of fire yang meliputi Jepang hingga Italia. Keadaan ini mengakibatkan Indonesia rawan mengalami bencana alam gunung Merapi. Hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki gunung berapi yang masih aktif. Sebut saja provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang Gunung Merapinya selalu meletus setiap beberapa tahun sekali. Curah hujan yang tinggi menyebabkan beberapa daerah di Indonesia kerap kali mengalami banjir dan tanah longsor.


Apabila kita telaah lebih jauh, ada beberapa komponen yang turut menentukan besarnya bencana. Komponen tersebut adalah vulnerability (kerentanan), hazard (bahaya), dan capacity (kemampuan) seperti yang dapat dilihat dari formula dibawah ini:

VURNERABILITY + HAZARD = DISASTER
             CAPACITY 

Kerentanan dapat didefinisikan sebagai kurangnya kemampuan dari seorang individu atau kelompok untuk mengantisipasi, megnatasi, menolak, dan pulih dari dampak bahaya alam atau buatan manusia. Konsep ini relatif dan dinamis, artinya karentanan bergantung pada setiap individu atau kelompok. Kerentanan paling sering dikaitkan dengan kemiskinan, tetapi juga dapat imbul ketika seseorang terisolasi, tidak aman dan idak berdaya dalam menghadapi shock atau stress. Misalnya, kondisi perumahan yang tidak dapat menahan gempa bumi ataupun badai. Kurangnya kesiapan dapat menghasilkan respon lebih lambar untuk bencana, sehingga mnyebabkan kerugian yang lebih besar atau penderitaan yang berkepanjangan.

Kebalikan dari suatu kerentanan adalah kemampuan (capacity), seperti yang terlihat dlan formula diatas. Kepampuan merupakan segala sumber daya yang tersedia untuk setiap individu, perumahan, dan komunitas untuk menangani suatu ancaman atau untuk bertahan dari dampak bahaya. Sumber-sumber ini dapat berupa fisik maupun material, tetepi sumber-sumber tersebut juga dapat ditemukan dalam cara masyarakat diatur atau dalam keahlian atau atribut dari individu dan atau organisasi dalam masyarakat.


Ada beberapa hal yang menentukan kerawanan seseorang dan sejauh mana kemampuan mereka untuk bisa pulih dari suatu bahaya, seperti faktor fisk, ekonomi, social dan faktor politik. Dari sekian banyak faktor tersebut, kemiskinan tetap menjadi kerawanan yang utama karena mereka memiliki sumber daya yang terbatas untuk bisa pulih dari suatu bencana. Lain halnya dengan Negara yang kaya, penduduk dari Negara tersebut cenderung memiliki kemampuan yang lebih untuk bisa pulih dari dampak bencana. Biasanya mereka mempunyai proteksi terhadap bahaya yang lebih baik dan memiliki sebuah sistem persiapan menghadapi bencana. Mata pencaharian yang mapan dan pendapatan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan dan memungkinkan orang tersebut untuk bisa lebih cepat pulih dari bencana.

Seperti yang telah sedikit disinggung di bagian atas tadi, bahaya merupakan suatu kejadian yang mengancam, atau memiliki kemungkinan untuk menjadi fenomena yang merusak dalam waktu dan periode tertentu. Ada beberapa macam bahaya yang berasal dari alam (natural hazard) seperti  geofisikal (gempa bumi, tanah longsor, tsunami, dan gunung meletus), hidrologi (banjir), klomatologi (suhu yang ekstrim, kemarau, dan kebakaran hutan), meteorologi (angin topan dan badai), serta biologi (epidemic penyakit).


Floods in Bangladesh, October 2006. Children standing in the bank of the river Brahamaputra at the Ashtamir Char in Rangpur district. Photo: Rafiqur Rahman/REUTERS (p16650)


Bencana memang sesuatu yang tidak bisa dihindari dan tidak bisa diprediksi kapan terjadinya. Namun, dampak dari bencana itu sendiri bisa kita minimalisir dengan meng-adjust atau menyetel komponen-komponen dari bencana. Dampak dari suatu bahaya sedini mungkin dikurangi, dengan jalan mitigasi, prediksi dan peringatanm dan melalui persiapan mengahadapi bencana. Kemampuan yang ada hendaknya dibangun sebagaimana mestinya sehingga nantinya bahaya tersebut bisa ditangani. Akar penyebab kerentanan seperti kemiskinan, tata pemerintahan yang buruk, diskriminasi, ketimpangan, dan akses yang memadai terhadap sumber daya dan mata pencaharian hendaknya bisa diatasi. Apabila ketiga komponen bencana dapat disetel, dampak dari bencanapun akan dikurangi sedini mungkin.

Referensi:
Bencana Alam

Meningkatkan Kemampuan Penanganan Bencana di Indonesia

Disaster Management

Emergency Management



Senin, 14 Februari 2011

Motivasi: Membuat Hidupmu Lebih Hidup!

We must never be afraid to go too far, for success lies just beyond. - Marcel Proust - Motivation, Positive Thought Of the Day - From MotivateUs.com



Motivasi: Membuat Hidupmu lebih Hidup!


Kata-kata diatas adalah sebuah pepatah yang sangat inspirasional menurut saya. Apalagi disaat-saat ujian akhir berdatangan seperti saat ini. Setelah membaca kata-kata tersebut, semangat saya kembali lagi untuk bisa menjalani semua tahapan untuk menjadi seorang dokter. Ya, saya menemukan motivasi saya lagi. Hal ini membuat saya berpikir, apa sih sebenarnya motivasi itu? Mengapa hal tersebut bisa membuat saya bersemangat kembali dalam mengerjar cita-cita saya?

Menurut www.thefreedictionary.com, motivation berarti the psychological feature that arouses an organism to action toward a desired goal; the reason for the action; that which gives purpose and direction to behavior, dalam bahasa Indonesia bisa didefinisikan sebagai fitur fisiologis yang membangkitkan suatu organisme untuk bertindak menuju tujuan yang diinginkan; alasan untuk sebuah tindakan; yang akan memberikan tujuan dan arah terhadap tingkah laku. Gampangnya, motivasi adalah pendorong yang menyebabkan kita mencapai tujuan. Ada 2 tipe motivasi, yaitu motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal merujuk pada motivasi yang didorong oleh ketertarikan atau kesenangan dari tugas itu sendiri, dan ada pada diri masing –masing individual. Motivasi eksternal berasal dari luar individu atau dari lingkungan, misalnya penghargaan seperti uang atau ranking, dan bahkan hukuman.

Dalam kehidupan pekerjaan dan sehari-hari, motivasi sangat penting karena hal tersebut merupakan penentu dalam sebuah kinerja atau performance, seperti dirumuskan dalam formula dibawah ini:

P = M x A x C

P berarti performance atau kinerja, M: motivation atau motivasi, A: ability atau kemampuan, dan C: chance atau kesempatan.

Berdasarkan formula diatas, kinerja dari seseorang ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu motivasi kemampuan, dan kesempatan. Karena ketiga faktor tersebut adalah perkalian, maka sebakin besar kinerja, kemampuan, dan kesempatannya maka akan semakin besar pula kinerjanya. Misalnya, seorang dokter yang saja dilantik memiliki motivasi yang tinggi untuk mengabdi pada sesamanya. Dia juga memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi karena termasuk dalam lulusan terbaik di fakultas kedokteran tersebut. Namum, dia ditempatkan di daerah terpencil yang sarana dan prasarana kesehatannya kurang memadai. Hal ini akan berimbas pada menurunnya kinerja dari doker terebut karena walaupun dia mengetahui diagnosis dan tata laksananya, kemampuannya ini dihambat oleh minimnya sarana dan prasana yang ada. 


 

Ada banyak teori motivasi yang berkembang. Disini saya hanya akan menjelaskan beberapa teori yang cukup populer. Teori-teori tersebut adalah:
1.     
    Instrumentality theory


Teori ini hampir sama dengan teori insentif, dimana uang berperan sebagai penggeraknya. Pada teori ini, diasumsikan bahwa setiap orang hanya bekerja untuk uang, dan hukuman yang diberikan bergantung dari kinerjanya. Teori ini masi banyak diadaptasi dalam berbagai situasi
2.     Needs theory
Salah satu needs theory yang paling terkenal dikemukakan oleh Abraham Maslow. Dia mengemukakan bahwa manusia mempunyai keinginan dan dorongan yang mempengaruhi perilaku mereka. Hanya kebutuhan yang tidak terpuaskan yang mempengaruhi perilaku. Manusia cenderung memenuhi kebutuhanya dari kebutuhan dasar ke kebutuhan yang lebih kompleks. Artinya, jika kebutuhan dasar manusia telah terpenuhi, ia akan melanjutkan ke kebutuhan yang selanjutnya yang lebih kompleks.
3.     Goal theory
Teori yang dibuat oleh Latham dan Locke menyebutkan bahwa motivasi dan kinerja akan lebih tinggi apabila: ada tujuan yang spesifik dari setiap inidvidu, tujuan tersebut menantang dan susah untuk dicapai, serta ada timbal balik dari kinerja yang telah dilakukan.
4.     Social learning Theory
Motivasi ditentukan oleh internal dan eksternal factor. Skema insentif yang hanya memanipulasi factor eksternal dan tidak mengindahkan factor internal mungkin tidak akan efektif dalam memotivasi orang. Teori ini dikemukakan oleh Bandura.
5.     Role model theory
Teori ini menyebutkan bahwa motivasi dapat diperoleh dari role model  yang memiliki kinerja yang tinggi. Skema motivasi dapat menjadi lebih efektif apabila kinerja yang ideal dicontoh oleh orang yang mendapatkan motivasi.




Sebagai seorang calon dokter, belajar mengenai teori-teori ini sangatlah penting. Motivasi akan mendorong kita untuk bisa bertahan dalam setiap kondisi. Ke depannya, kita dituntut untuk bisa menjadi seorang pemimpin dan pastinya membutuhkan teori-teori motivasi ini untuk bisa memotivasi anggota-anggota agar kinerjanya bisa meningkat. Selain itu, penerapan teori motivasi dapat dilakukan pada saat kita sedang melakukan kerja tim. 

Referensi:
Motivation

Increase Motivation

Motivation, definition

Lecture oleh dr. Andreasta Meliala tentang Motivasi  

Minggu, 13 Februari 2011

Penyakit yang tidak Pernah Mati

Fenomena munculnya penyakit menular baru saat ini tidak dapat dihindari, meskipun teknologi kesehatan telah maju pesat. Saat ini, penyakit menular tetap menjadi salah satu penyebab kematian yang paling tinggi di dunia. Penyebabnya adalah karena 3 hal ini: (1) munculnya penyakit menular baru (emerging disease) (2) Munculnya penyakit menular lama (re-emerging disease), dan (3) menetapnya penyakit yang tidak dapat terselesaikan.



Emerging disease merupakan kemunculan suatu penyakit menular baru yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit menular yang sudah diketahui sebelumnya yang insidensinya meningkat dalam 2 tahun terakhir. Umumnya, emerging disease pada saat pertama kali muncul bersifat ganas dan berpotensi untuk menimbulkan kematian. Contoh dari emerging virus ini adalah myxoma virus (rabbitpox) dan influenza dan corona virus yang terus mengalami kemunculan untuk tipe tipe baru. Munculnya kembali penyakit yang pernah mengalami penuruan signifikan dalam insidensinya (re-emerging disease) juga menjadi masalah tersendiri. Penyakit menular seperti tuberculosis, cholera, dan malaria dapat diobati dan insidensinya menurun, tetapi obat-obat tersebut mengalami resistansi sehingga insidensinya kembali naik. Meningkatknya migrasi dan perjalanan internasional dituding menjadi salah satu penyebab penyebaran penyakit menular tersebut.

Kemunculan emerging dan re-emerging disease tidak lepas dari pengaruh perubahan pola demografi manusia, perilaku, penggunaan lahan, dan lain-lain. Selain itu, paparan hewan dan pembawa penyakit anthropoda turut membantu penyakit menular ini lebih dekat pada orang yang terpapar lebih sering dengan pathogen (pembawa penyakit). Adanya evolusi virus juga berpengaruh terhadap kemunculan penyakit menular baru, seperti yang terjadi pada virus influenza. Virus selalu mengalami mutasi genetik yang biasanya bersifat permanen yang meliputi mutasi pada taraf urutan gen (mutasi titik) maupun pada taraf kromoson. Rekombinasi terjadi apabila terjadi pemutusan rantai genetika (biasanya pada DNA virus, namun bisa juga RNA) yang kemudian diikuti oleh penggabungan oleh rantai DNA lainnya. Evolusi lain yang mungkin terjadi adalah terjadinya reassortment yang melibatkan pencampuran material genetik menjadi kombinasi baru pada individu yang berbeda.

    

Berikut ini adalah contoh pathogen yang baru (emerging pathogen) dikenal dalam 2 dekade terakhir ini:
Acanthamebiasis
Australian bat lyssavirus
Babesia, atypical
Bartonella henselae
Ehrlichiosis
Encephalitozoon cuniculi
Encephalitozoon hellem
Enterocytozoon bieneusi
Helicobacter pylori
Hendra or equine morbilli virus
Hepatitis C
Hepatitis E
Human herpesvirus 8
Human herpesvirus 6
Lyme borreliosis
Parvovirus B19

Sedangkan untuk re-emerging pathogen antara lain:
Enterovirus 71
Clostridium difficile
Mumps virus
Streptococcus, Group A
Staphylococcus aureus

Adanya emerging dan re-emerging disease selalu diikuti oleh kekhawatiran akan berkembangnya penyakit-penyakit menular tersebut menjadi suatu epidemik. Epidemik adalah suatu keadaan dimana kasus yang terjadidi masyarakat melebihi normal. Jika tidak segera diatasi, penyakit tersebut akan meluas dan mendunia hingga menjadi sebuah pandemik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merancang suatu program yang bernama pandemic predaresness (persiapan menghadapi pandemic). Program ini dikhususkan untuk influenza virus karena virus inilah yang paling sering mengalami mutasi. Sebanyak 120 Influenza Centar telah didirikan di hamper 90 negara di dunia untuk terus memonitor akitivitas virus influenza, mengisolasi virus tersebut, dan mendeteksi lebih awal virus-virus yang memiliki potensi untuk menjadi pandemik. WHO mengklasifikasikan level pandemik menjadi 6 tingkatan:

Phase 1: virus-virus yang ada pada hewan tidak menyebabkan infeksi pada manusia
Phase 2: virus influenza hewan yang beredar di antara hewan peliharaan atau liar diketahui telah menyebabkan infeksi pada manusia, dan karena itu dianggap sebagai ancaman pandemi yang potensial.
Phase 3: binatang atau manusia-hewan reassortant virus influenza telah menyebabkan kasus sporadis atau sekelompok kecil penyakit pada orang, tapi belum mengakibatkan penularan dari manusia ke manusia yang cukup untuk membuat suatu wabah di tingkat masyarakat. Transmisi terbatas manusia ke manusia mungkin terjadi dalam kondisi tertentu, misalnya, ketika ada dekat kontak antara orang yang terinfeksi dan pengasuh yang tidak memiliki perlindungan diri. Namun, transmisi terbatas dalam keadaan terbatas seperti itu tidak menunjukkan bahwa virus telah memperoleh tingkat penularan diantara manusia yang diperlukan untuk menimbulkan pandemi.
Phase 4: ditandai oleh terkonfirmasinya penularan dari manusia ke manusia  dari virus hewan atau influenza manusia-hewan reassortant yang memiliki kemampuan untukmenyebabkan wabah penyakit berkelanjutan dalam suatu komunitas. "Wabah di tingkat masyarakat." menandai pergeseran ke atas yang signifikan dalam risiko untukpandemi. Setiap Negara yang diduga atau telah dokonfirmasi akan adanya kondisi tersebut harus serege berkonsultasi dengan WHO agar bisa dinilai bersama dan dilakukan tindakan untuk mencegah penyebaran yang lebih lanjut.
Phase 5: dicirikan dengan adanya transimisi virus dari manusia ke manusia dalam minimal 2 negara dalam satu regional wilayah WHO. Tahap ini merupakan pertanda bahwa pendemi sudah dekat.
Phase 6: merupakan kejadian luar biasa dikomunitas yang seperti yang ada pada phase 5 tetapi ditambah dengan minimal satu Negara lain di regional wilayah WHO yang berbeda.

Selama periode paska puncak, angka kejadian telah menurun di sebagian besar Negara-negara. Namun hal ini masi belum pasti apakah akan terjadi gelombang kejadian tambahan kedua. Pada periode paska pandemi, aktivitas virus influenza telah kembali ke tingkat normal seperti influenza musiman (seasonal influenza).

WHO phase of pandemic alert for avian influenza h5n1 is 3

Persiapan menghadapi pandemi tidaklah mudah, apalagi di Negara-negara berkembang yang memiliki keterbatasan sumber daya. Namun, persiapan tersebut bisa kita mulai dari hal-hal seperti peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, meningkatkan koordinasi antara tingkat nasional dan internasional, serta peningkatan peningkatan kapasitas respon keseluruhan untuk semua ancaman bagi kesehatan masyarakat.

Referensi:
Emerging and Re-emerging Infectious Disease (National Institute of Allergy and Infectious Disease)

Emerging and Re-emerging Disease

WHO Pandemic Preparedness, Global and Alert Response

Current WHo Phase of Pandemic Alert for Avian Influenza H5N1

Lecture oleh dr Titik Nuryastuti M.Si, Ph.D tentang New Emerging Disease: Avian Influenza, Coronavirus/SARS