Sabtu, 12 Februari 2011

Kata si Miskin: Siapa yang Harus Membayar Biaya Rumah Sakit?

Jasa atau pelayanan medis tidak lepas dari masalah pembiayaan kesehatan. Di Indonesia, metode yang paling sering digunakan untuk pembiayaan kesehatan adalah out of pocket berdasarkan fee for service. Pasien menanggung biaya kesehatan (out of pocket) berdasarkan jasa atau pelayanan medis yang mereka dapatkan (fee for service). Jadi, semakin besar jasa atau pelayanan medis yang mereka dapatkan, misalnya dengan adanya pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis, akan semakin besar pula biaya yang dibebankan kepada pasien tersebut.

Sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki perbandingan jumlah penduduk kaya dan miskin yang tidak sebanding. Bagi masyarakat yang memiliki kemampuan finasial diatas rata-rata, biaya rumah sakit tidak menjadi masalah. Bahkan, saat ini mereka cenderung mengikuti globalisasi dimana jasa atau layananan kesehatan didapatkan dari tenaga kesehatan asing yang berada di rumah sakit-rumah sakit inernasional di Indonesia (commercial presence), datang langsung ke Negara penyedia layanan kesehatan (consumption abroad), ataupun memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan layanan medis tanpa perlu datang ke Negara penghasil jasa tersebut (across border), misalnya dengan telemedicine.  Sebaliknya, bagi masyarakat miskin yang jumlahnya mencapai 76.4 juta jiwa, pembiayaan kesehatan merupakan masalah tersendiri. Umumnya, mereka berasal dari kalangan masyarakat yang pengahasilannya jauh dibawah upah minimum regional yang ditetapkan oleh pemerintah.  Semakin mahalnya biaya kesehatan membuat pelayanan kesehatan menjadi tidak terjangkau oleh kalangan ini. Kadang, keadaan ini diperparah dengan kondisi geografis yang menyulitkan masyarakat untuk mengaskses layanan kesehatan. Hal-hal tersebut berdampak pada menurunnya derajat kesehatan masyarakat yang dilihat dari angkat kematian bayi dan angka kematian ibu. Angka harapan hidup masyarakat juga cukup rendah, yaitu 70.5 tahun.


Menyadari ketimpangan yang terjadi di masyarakat, pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor health policy), yang kemudian disebut dengan program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin. Kebijakan ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Atas dasar pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan,  peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas, dilakukan perubahan pengelolaan program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin pada tahun 2008. Namanya pun diganti menjadi jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) untuk menghindari kesalahpahaman terdarap masyarakat miskin yang meliputi masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati miskin. Pengelolaan program Jamkesmas dilakukan oleh PT Askes, dengan pengawasan langsung dari Departemen Kesehatan.


Program Jamkesmas ini difokuskan pada 76.4 juta jiwa masyarakat Indonesia yang termasuk dalam kalangan miskin dan tidak mampu, tidak termasuk yang sudah mempunya jaminan kesehatan lainnya. Adapun tujuan dari dilaksanakannya program ini adalah:
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan Khusus: 
a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit
b. Meningkatnya kualitas  pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin 
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel

Dalam proses pelaksanaan program ini, pemerintah daerah akan menetapkan jumlah penduduk di daerahnya yang tergolong miskin dan tidak mampu. Selanjutnya, setiap penduduk tersebut akan mendapatkan kartu peserta jamkesmas yang harus dibawa pada saat mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit.


Dari tahun ke tahun, terjadi kenaikan yang luar biasa dari pemanfataan program ini. Masyarakat miskin dan tidak mampu mulai bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang mencukupi. Pemerintah pun telah meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin dan pendanaannya. Namun disamping keberhasilan yang telah dicapai, masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu dibenahi antara  lain: kepesertaan yang belum tuntas, peran fungsi ganda sebagai pengelola, verifikator dan sekaligus sebagai pembayar atas pelayanan kesehatan, verifikasi belum berjalan dengan optimal, kendala dalam kecepatan pembayaran, kurangnya pengendalian biaya, penyelenggara tidak menanggung resiko. Dengan segala kesuksesan dan permasalahan yang ada, harus diakui bahwa program Jamkesmas memiliki peranan penting dalam pencapaian Universal Health Coverage yang diprakarsai oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Referensi:
Pembiayaan dan Jamianan Kesehatan Online 

Executive Summary, Health System Financing the Path to Universal Coverage (WHO)

Mencari Model Sistem Pembiayaan Kesehatan

Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar